Popular Post

Archive for July 2013

Tulang Rusuk Ku

By : Unknown
Di saat aku menatapnya
Diri ini hanya bisa terdiam
Di saat aku menatapnya
Hati merasakan rasa yang berbeda
Kelembutan tutur katanya
Mampu menyejukkan hatiku
Senyumnya
Mampu mengalihkan duniaku
Matanya yang indah
Bagaikan bintang yang menghias malam
Wajahnya yang cantik
Bagaikan rembulan yang bersinar terang
Ingin rasanya
Ku mengungkapkan rasa ini
Rasa yang menggebu – gebu di hatiku
Tuhan
Jika memang engkau meciptakan dia untukku
Bantulah aku untuk mengukapkan rasa ini padanya
Aku mencintainya
Aku menyayanginya
Karena aku yakin
Dialah tulang rusukku


Tag : ,

Asal Mula Nama Pamboang

By : Unknown
Pamboang adalah nama kecamatan di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat, Indonesia. Konon, kecamatan yang identik dengan Mandar[1] ini dulunya bernama kampung Pallayarang Tallu. Namun karena terjadi sebuah peristiwa, sehingga namanya berubah menjadi Pamboang. Peristiwa apa sebenarnya yang terjadi, sehingga nama daerah itu berubah menjadi Pamboang? Peristiwa tersebut diceritakan dalam cerita rakyat Asal Mula Nama Pamboang berikut ini.
* * *
Alkisah, di Kampung Benua, Majene, Sulawesi Barat, hiduplah tiga orang pemuda yang hendak memperluas lahan perladangan dan permukiman penduduk, serta membangun pelabuhan di pantai. Ketiga pemuda tersebut bergelar I Lauase, I Lauwella, dan I Labuqang. Gelar tersebut mereka sandang berdasarkan pada tugas mereka dalam mewujudkan keinginan tersebut.
Pemuda pertama bergelar I Lauase, karena dalam menjalankan tugasnya membuka hutan lebat menjadi lahan perladangan selalu menggunakan wase (kapak). Pemuda kedua bergelar I Lauwella, karena bertugas untuk membabat dan membersihkan wella (rumput) laut di pantai yang akan dijadikan sebagai wilayah perdagangan. Pemuda ketiga bergelar I Labuqang, karena bertugas untuk meratakan tanah di pantai yang berlubang akibat ulah buqang (kepiting).
Ketiga pemuda tersebut melaksanakan tugas di wilayah mereka masing-masing. I Lauase bekerja di daerah hutan untuk membuka lahan perladangan, sedangkan I Lauwella dan I Labuqang bekerja di daerah pantai. I Lauwella membersihkan rumput laut, sedangkan I Labuqang meratakan tanah yang berlubang di pantai. Ketiga pemuda tersebut bekerja dengan penuh semangat di wilayah kerja masing-masing.
Menjelang sore hari, ketiga pemuda itu kembali ke kampung untuk beristirahat. Sebelum tidur, mereka saling menceritakan pengalaman masing-masing setelah melalui hari pertama.
“Hari ini saya sudah merobohkan puluhan pohon besar,” cerita I Lauase.
“Kalian bagaimana?” tanya I Lauase kepada I Lauwella dan I Labuqang.
“Saya sudah banyak membersihkan rumput laut di pantai,” jawab I Lauwella.
“Saya juga sudah meratakan puluhan lubang kepiting,” sahut I Labuqang.
“Kalau begitu, saya perkirakan dalam waktu seminggu kita sudah dapat menyelesaikan tugas kita masing-masing,” kata I Lauase.
“Benar! Kita harus bekerja lebih keras lagi,” sahut I Lauwella.
Ternyata benar perkiraan mereka, setelah seminggu bekerja keras, semua pekerjaan mereka telah selesai. Kemudian ketiga pemuda tersebut menjadi penguasa di wilayah yang mereka buka. I Lauase menanami ladangnya dengan berbagai jenis tanaman palawija, sedangkan I Lauwella dan I Labuqang yang wilayah kekuasaannya berada di daerah pantai bekerja sama membangun sebuah pelabuhan untuk dijadikan sebagai sarana perdagangan.
Semakin hari semakin banyak penduduk yang ikut berladang bersama dengan I Lauase. Demikian pula di pelabuhan, aktivitas perdagangan pun semakin ramai. Akhirnya, mereka bersepakat untuk menggabungkan ketiga wilayah mereka menjadi satu.
“Tapi, apa nama yang cocok untuk wilayah ini?” tanya I Labuqang.
Mendengar pertanyaan itu, I Lauase dan I Lauwella terdiam. Keduanya juga masih bingung untuk memberikan nama yang bagus untuk wilayah mereka. Setelah beberapa saat berpikir, I Lauase kemudian mengajukan usulan.
“Bagaimana kalau tempat ini kita namakan Pallayarang Tallu?”
“Pallayarang Tallu? Apa masksudnya?” tanya I Lauwella penasaran.
“Pallayarang artinya tiang layar, sedangkan Tallu artinya tiga. Jadi, Pallayarang Tallu berarti Tiga Tiang Layar,” jelas I Lauase.
“Waaah, nama yang bagus. Saya setuju dengan usulan I Lauase. Kalau kamu bagaimana?” tanya I Labuqang kepada I Lauwella.
“Saya juga setuju dengan nama itu,” jawab I Lauwella.
Akhirnya ketiga pemuda itu menemukan nama yang bagus untuk wilayah mereka. Selanjutnya, mereka selalu bekerja sama mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan wilayah mereka.
Pada suatu hari, sekitar 7.000 orang pengungsi yang dipimpin oleh Puatta Di Karena tiba di daerah Adolang yang berbatasan dengan daerah kekuasaan I Lauase. Ribuan pengungsi tersebut berasal dari Kerajaan Passokkorang yang hancur akibat diserang oleh pasukan musuh. Setelah beberapa lama berada di daerah itu, Puatta Di Karena ingin mengajak negeri Pallayarang Tallu untuk bergabung menjadi anggota Pitu Baqbana Binanga, yaitu persekutuan kerajaan-kerajaan di daerah Mandar.
Suatu hari, Puatta Di Karena didampingi oleh beberapa pengawalnya pergi ke Negeri Pallayarang Tallu untuk menemui I Lauase. Setiba di rumah Lauase, ia pun mengutarakan maksud kedatangannya.
”Anak Muda! Maksud kedatangan kami adalah ingin mengajak Anda untuk bergabung menjadi anggota Pitu Baqbana Binanga. Apakah Anda bersedia?” tanya Puatta Di Karena menawarkan.
”Maaf, Tuan! Saya tidak dapat memutuskan sendiri masalah ini. Saya harus bermusyawarah dengan kedua saudara saya, I Lauwella dan I Labuqang,” jawab I Lauase.
”Baiklah, kalau begitu! Saya akan menunggu keputusan dari kalian. Tapi, kapan kita bisa bertemu lagi?” tanya Puatta Di Karena.
”Tuan boleh kembali ke mari besok pagi,” jawab I Lauase.
Setelah Puatta Di Karena mohon diri, I Lauase segera mengundang I Lauwella dan I Labuqang. Di rumah I Lauase, ketiga pemuda itu bermusyawarah. Dalam pertemuan itu mereka bersepakat untuk tidak bergabung menjadi anggota Pitu Baqbana Binanga.
Keesokan harinya, Puatta Di Karena pergi lagi ke rumah I Lauase. Kedatangannya disambut oleh ketiga pemuda tersebut.
”Bagaimana keputusan kalian?” tanya Puatta Di Karena penasaran.
”Maafkan kami, Tuan! Kami telah sepakat belum bersedia menerima tawaran, Tuan!” jawab I Lauase.
”Kenapa?” tanya Puatta Di Karena.
”Negeri kami belum makmur. Rakyat kami masih banyak yang hidup susah,” tambah I Lauwella.
”Bagaimana jika aku membayar tambo[2] kepada kalian?” tanya Puatta Di Karena menawarkan.
Mendengar tawaran itu, ketiga orang pemuda tersebut terdiam. Mereka berpikir, menerima atau menolak tawaran itu. Setelah berunding sejenak, akhirnya mereka memutuskan untuk menerima tawaran itu.
”Baiklah! Kami menerima tawaran Tuan! Kapan tambo itu akan Tuan berikan kepada kami?” tanya I Lauase.
”Kami akan mengantarkan  tambo itu minggu depan,” janji Puatta Di Karena.
Akhirnya, Pallayarang Tallu pun bergabung menjadi anggota Pitu Baqbana Binanga. Ketiga pemuda itu sangat senang, karena mereka akan mendapat tambo untuk digunakan membangun wilayah dan membantu rakyat mereka. Namun, setelah seminggu mereka bergabung,  Puatta Di Karena tidak memberikan tambo yang telah dijanjikannya.
Minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, Puatta Di Karena tidak kunjung datang mengantarkan tambo. Akhirnya, tambo pun menjadi pembicaraan masyarakat Pallayarang Tallu. Oleh karena setiap hari diucapkan, lama-kelamaan kata tambo berubah menjadi Tamboang, lalu menjadi Pamboang. Berdasarkan kata inilah masyarakat setempat mengganti nama Pallayarang Tallu menjadi Pamboang. Hingga kini, kata Pamboang dipakai untuk menyebut nama sebuah kecamatan di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat.
* * *
Demikian cerita Asal Mula Nama Pamboang dari Sulawesi Barat, Indonesia. Cerita di atas termasuk ke dalam cerita legenda yang mengandung pesan-pesan moral. Sedikitnya ada dua pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas, yaitu keutamaan sifat suka bermusyawarah untuk mufakat dan tekun dalam bekerja.
Pertama, sifat suka bermusyawarah tercermin pada perilaku ketiga pemuda dalam cerita di atas. Setiap menghadapi suatu pekerjaan atau masalah, mereka senantiasa bermusyawarah untuk mufakat. Dalam kehidupan orang Melayu, musyawarah merupakan salah satu sandaran dalam adat Melayu. Oleh karena itu, mereka sangat menghormati, menjunjung tinggi, dan memuliakan musyawarah dan mufakat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ungkapan Melayu dikatakan:
tegak adat karena mufakat,
tegak tuah karena musyawarah
Kedua, rajin dan tekun bekerja. Sifat ini juga tercermin pada keuletan ketiga pemuda tersebut. Dari cerita di atas dapat dipetik sebuah pelajaran bahwa untuk mewujudkan sebuah keinginan, kita harus tekun dalam bekerja. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:

wahai ananda cahaya mata,
rajin dan tekun dalam bekerja
penat dan letih usah dikira
supaya kelak hidupmu sejahtera


Sejarah SMAN 1 Rengasdengklok

By : Unknown
SMA Negeri 1 Rengasdengklok pada awalnya merupakan kelas jauh dari SMA Negeri 1 Karawang pada tahun 1981 mulai menerima siswa baru dengan tempat belajar menggunakan gedung SMPN 1 Rengasdengklok.

Setelah berlangsung dua tahun, tepatnya tanggal 8 Agustus 1983 di resmikan penggunaan gedung baru SMAN 1 Rengasdengklok di Jalan Raya Kuta Gandok.

Latar belakang berdirinya SMAN 1 Rengasdengklok (dulu SMAN Karawang) diantaranya :


  1. Mengantisipasi semakin banyaknya siswa lulusan SMP dari kecamatan Batu Jaya, Pedes, dan Rengasdengklok yang akan melanjutkan sekolah.
  2. Memperpendek transportasi.
  3. Memperkuat motivasi orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.
  4. Menjaring bibit unggul dari daerah SMAN 1 Rengasdengklok dalam perkembangannya sampai sekarang telah memiliki :
  • Ruang Belajar : 30 Kelas
  • Ruang Perpustakaan : 1
  • Ruang BP : 1
  • Lab Komputer : 1
  • Lab Fisika : 1
  • Lab Kimia : 1
  • Ruang OSIS : 1
  • Masjid : 1
  • Ruang Staff TU : 1
  • Ruang Komite : 1
  • Ruang Kepsek : 1
  • Ruang Life Skill : 3
Sampai dengan sekarang, kepemimpinan di SMAN 1 Rengasdengklok telah mengalami beberapa kali pergantian.
  1. Drs. Marya (Tahun 1982 sampai dengan 1986).
  2. Drs. Setiawan Tjakrasudharma (Tahun 1986 sampai dengan 1989).
  3. Drs. Badrin (Tahun 1989 sampai dengan 1992).
  4. Drs. Iri Iriyadi (Tahun 1992 sampai dengan 1994).
  5. Zeinuddin Zey (Tahun 1994 sampai dengan 1997).
  6. Drs. Yan Zuwarsyah (Tahun 1997 sampai dengan 2001).
  7. Drs. Arup Wardi Suwardi (Tahun 2001 sampai dengan 2004).
  8. Drs. Agus Rusman (Tahun 2005 sampai dengan 2007).
  9. Drs. H Tarya Sukmana.M.Pd. (Tahun 2007 sampai dengan sekarang).
Sejak berdiri sampai sekarang, sudah banyak lulusan yang melanjutkan ke PTN/PTS baik tanpa tes (PMDK) maupun tes.

Adapun prestasi yang telah diraih :

  1. 1990 Juara II Lomba Puisi Putra (Penegak dan Pandega) se Kabupaten Karawang.
  2. 1991 Juara I Lomba PBBTK Kab Karawang.
  3. 1992 Juara II LCT TK Kab Karawang.
  4. 1993 Juara III PBB TK Kab Karawang.
  5. 1994 Juara I Lomba Gambar Poster Kegiatan HarKitNas TK Kab Karawang.
  6. 1995 Juara II Lomba Pidato Putra (Penegak) se Kabupaten Karawang.
  7. 1996 Juara Volley Ball HUT PGRI ke 50 TK Kab Karawang.
  8. 1997 Juara UMUM II TK Kab Karawang.
  9. 1998 Nem tertinggi se Kabupaten Karawang.
  10. 1999 Juara II Lomba lukis TK Kab Karawang.
Dan masih banyak sekali prestasi - prestasi yang telah diraih oleh SMA N 1 Rengasdengklok ini.



- Copyright © Amir Yusuf Mubarok - Amir Yusuf Mubarok - Powered by Blogger - Designed by Tara Anggada Putra -